Emmanuel Macron adalah seorang politikus yang tidak biasa. Ia adalah presiden Prancis termuda sejak Napoleon I, yang terpilih pada tahun 2017 tanpa dukungan dari partai politik tradisional. Ia juga memiliki kisah cinta yang tidak konvensional dengan istrinya, Brigitte Trogneux, yang lebih tua 24 tahun darinya dan merupakan mantan guru dramanya di sekolah menengah. Ia adalah seorang pemimpin yang berani dan visioner, yang ingin mereformasi Prancis dan memperkuat perannya di Eropa dan dunia.
Emmanuel Macron lahir pada 21 Desember 1977 di Amiens, sebuah kota di utara Prancis. Ia adalah anak tertua dari tiga bersaudara yang berasal dari keluarga dokter yang berpandangan liberal. Ia menunjukkan bakat akademis sejak kecil dan mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah swasta dan bergengsi. Ia juga memiliki minat pada seni dan sastra, dan menjadi asisten editorial untuk filsuf dan sejarawan Paul Ricoeur. Saat berusia 15 tahun, ia jatuh cinta dengan Brigitte Trogneux, yang saat itu berusia 39 tahun dan mengajar drama di sekolahnya. Hubungan mereka ditentang oleh orang tua Macron, yang mengirimnya ke Paris untuk melanjutkan studinya. Namun, mereka tetap berhubungan dan menikah pada tahun 2007, setelah Trogneux bercerai dari suami pertamanya.
Macron menempuh pendidikan tinggi di bidang filsafat, administrasi publik, dan administrasi negara. Ia lulus dari École Nationale d’Administration (ENA), sebuah sekolah elit yang melahirkan banyak politikus dan pejabat Prancis. Ia kemudian bekerja sebagai pegawai negeri di Kementerian Ekonomi dan Keuangan, dan menjadi bankir investasi di Rothschild & Co. Ia memulai kariernya di politik pada tahun 2012, ketika ia diangkat sebagai wakil sekretaris jenderal di bawah Presiden François Hollande, yang berasal dari Partai Sosialis. Ia kemudian menjadi Menteri Ekonomi, Industri, dan Urusan Digital pada tahun 2014, dan memimpin sejumlah reformasi yang pro-bisnis.
Pada tahun 2016, Macron mengundurkan diri dari pemerintahan dan mendirikan partai politiknya sendiri, yang bernama En Marche! (Maju!). Partai ini berhaluan tengah dan mengusung visi yang pro-Eropa, pro-globalisasi, dan inklusif. Macron mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2017, dengan menghadapi persaingan dari kandidat-kandidat dari sayap kanan dan kiri. Ia berhasil memenangkan pemilihan dengan 66% suara, mengalahkan Marine Le Pen, pemimpin partai nasionalis Front Nasional. Ia dilantik sebagai presiden pada 14 Mei 2017, di usia 39 tahun.
Sebagai presiden, Macron berupaya untuk mereformasi sistem ekonomi, sosial, dan politik Prancis, dengan menghadapi tantangan seperti pengangguran, terorisme, migrasi, perubahan iklim, dan populisme. Ia juga berkomitmen untuk mempererat hubungan Prancis dengan negara-negara Eropa lainnya, terutama Jerman, dan mempertahankan peran Prancis sebagai kekuatan global. Ia mengambil inisiatif dalam isu-isu seperti perjanjian nuklir Iran, perang saudara Suriah, perubahan iklim, dan pandemi COVID-19. Ia juga berani mengkritik pemimpin-pemimpin dunia yang ia anggap otoriter, seperti Vladimir Putin, Donald Trump, Recep Tayyip Erdoğan, dan Xi Jinping.
Macron adalah seorang presiden yang populer di kalangan pemilih muda, urban, dan berpendidikan tinggi, tetapi juga menghadapi banyak kritik dan protes dari kelompok-kelompok yang merasa tidak diwakili atau dirugikan oleh kebijakannya. Salah satu contohnya adalah gerakan “rompi kuning” (gilets jaunes), yang menentang kenaikan pajak bahan bakar dan menuntut keadilan sosial dan fiskal. Macron juga menghadapi tantangan dari partai-partai oposisi, terutama dari sayap kanan, yang menuduhnya sebagai elit, liberal, dan kosmopolitan. Ia juga dikritik karena gaya kepemimpinannya yang dianggap terlalu otoriter, teknokrat, dan sentralistik.
Meskipun menghadapi berbagai kesulitan dan kontroversi, Macron tetap bertekad untuk melanjutkan agenda reformasinya dan mempertahankan visinya untuk Prancis dan Eropa. Ia mencalonkan diri kembali untuk periode kedua pada pemilihan presiden 2022, dan berhasil memenangkan pemilihan dengan 54% suara, mengalahkan kandidat sayap kanan Éric Zemmour. Ia menjadi presiden Prancis pertama dalam dua dekade yang memenangkan masa jabatan kedua. Ia berjanji untuk membangun kembali negaranya setelah krisis pandemi, dan memperkuat solidaritas dan kedaulatan Eropa. Ia juga menegaskan komitmennya untuk mempertahankan nilai-nilai republik, seperti kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan.
Emmanuel Macron adalah seorang presiden Prancis yang menantang konvensi. Ia adalah seorang politikus yang tidak terikat oleh partai, seorang pemimpin yang tidak takut mengambil risiko, seorang reformis yang tidak puas dengan status quo, dan seorang visioner yang tidak kehilangan harapan. Ia adalah seorang presiden yang ingin membuat perbedaan, baik untuk Prancis maupun untuk dunia.

