Prancis Panas: Demonstran Bentrok dengan Polisi karena Tolak Rencana Pensiun Macron

4 Menit

Prancis kembali dilanda gelombang demonstrasi yang berujung pada kerusuhan. Jutaan orang turun ke jalan-jalan di seluruh negeri untuk menolak rencana Presiden Emmanuel Macron yang ingin menaikkan usia pensiun dari 62 menjadi 64 tahun.

Aksi protes ini merupakan yang kesembilan sejak Januari 2023, ketika Macron menggunakan kekuatan eksekutifnya untuk mengesahkan reformasi pensiun yang kontroversial. Menurut Macron, reformasi ini bertujuan untuk menyederhanakan dan menyeimbangkan sistem pensiun yang saat ini terdiri dari 42 skema berbeda.

Namun, para demonstran menilai rencana Macron sebagai upaya untuk mengurangi hak-hak mereka dan memaksa mereka bekerja lebih lama dengan imbalan yang lebih rendah. Mereka juga mengecam sikap Macron yang tidak mau berdialog dengan serikat pekerja dan parlemen.

Salah satu demonstran yang ikut beraksi di Paris adalah Jeanne, seorang perawat berusia 55 tahun. Dia mengatakan, dia sudah lelah bekerja di depan layar komputer sepanjang hari dan tidak sanggup menunggu hingga berusia 64 tahun untuk pensiun.

“Mata saya sakit, kepala saya sakit dan saya sudah mengalami dua gumpalan darah,” katanya. “Saya tidak bisa membayangkan bagaimana saya bisa terus bekerja sampai usia 64 tahun dengan kondisi kesehatan saya yang menurun.”

Jeanne bukan satu-satunya yang merasa seperti itu. Menurut berbagai jajak pendapat, dua per tiga pemilih Prancis menentang rencana Macron. Banyak juga yang merasa tidak puas dengan kebijakan-kebijakan Macron yang dianggap menguntungkan kalangan kaya dan mengorbankan kalangan miskin.

Demonstrasi yang digelar pada Kamis, 23 Maret 2023, diikuti oleh lebih dari satu juta orang di seluruh Prancis, termasuk 119.000 orang di Paris, menurut data kementerian dalam negeri. Aksi ini melibatkan berbagai profesi, mulai dari guru, pengacara, dokter, petugas pemadam kebakaran, hingga pekerja transportasi.

Di beberapa kota, demonstrasi berlangsung damai dan tertib. Namun, di Paris dan Bordeaux, situasi menjadi panas dan ricuh. Sejumlah kelompok anarkis yang dikenal sebagai “Blok Hitam” melakukan aksi vandalisme, seperti membakar tempat sampah, menghancurkan jendela toko, dan merusak infrastruktur jalan.

Polisi pun berusaha membubarkan kerumunan massa dengan menembakkan gas air mata dan meriam air. Bentrokan antara polisi dan demonstran terjadi di beberapa titik, terutama di dekat gedung parlemen dan balai kota. Sebanyak 80 orang ditangkap di seluruh negeri akibat kerusuhan ini.

Sementara itu, pemerintah Indonesia melalui KBRI Paris mengimbau warga negara Indonesia (WNI) yang berada di Prancis untuk tetap waspada dan berhati-hati. Mereka juga diminta untuk menghindari kerumunan massa, tidak ikut serta dalam aksi demonstrasi, dan selalu memantau situasi dan arahan otoritas setempat.

Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Indonesia, Judha Nugraha, mengatakan hingga saat ini tidak ada WNI yang terdampak langsung dari aksi demonstrasi tersebut. “KBRI Paris terus memantau situasi dan menjalin komunikasi dengan masyarakat Indonesia,” katanya.

Dengan adanya kerusuhan ini, Prancis kembali menghadapi tantangan besar dalam menjaga stabilitas sosial dan politik. Apakah Macron akan bertahan dengan rencananya atau mengalah pada tuntutan rakyat? Bagaimana nasib sistem pensiun Prancis yang dianggap sebagai salah satu yang terbaik di dunia? Dan bagaimana dampaknya bagi hubungan Prancis dengan negara-negara lain, termasuk Indonesia?

Hanya waktu yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Yang pasti, Prancis masih panas dan belum ada tanda-tanda akan reda.

Share This Article