Singapura: Israel Kelewat Batas, Tapi Tak Akan Putus Hubungan

4 Menit

Singapura, negara kecil yang dikenal sebagai kota singa, tampaknya tidak mau terlibat dalam konflik antara Israel dan Hamas yang membara sejak Oktober 2023. Meskipun mengkritik respons militer Israel yang dinilai berlebihan, Singapura tetap mempertahankan hubungan diplomatik dengan negara Yahudi tersebut.

Apa alasan di balik sikap Singapura yang seolah bermain aman? Apakah Singapura tidak peduli dengan nasib rakyat Palestina yang menderita akibat serangan Israel? Ataukah Singapura memiliki kepentingan strategis yang tidak bisa dilepaskan dari Israel?

Kritik Tanpa Aksi

Pada Kamis (28/2/2024), Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan menyampaikan pernyataannya di Parlemen mengenai perang Israel-Hamas yang telah menewaskan lebih dari 30.000 orang di Gaza. Dia mengatakan bahwa Singapura mengutuk serangan Hamas yang memicu perang, tetapi juga menganggap bahwa Israel telah melampaui batas dalam membela diri.

“Respons militer Israel terhadap serangan Hamas pada 7 Oktober sudah melewati batas. Tidak ada proporsi atau keseimbangan dalam respons tersebut. Israel telah menggunakan kekuatan yang berlebihan dan tidak memperhatikan kesejahteraan warga sipil Palestina,” kata Balakrishnan.

Namun, meski mengkritik Israel, Singapura tidak berniat untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan negara itu. Balakrishnan mengatakan bahwa hal itu tidak akan menyelesaikan masalah atau mengurangi penderitaan rakyat Palestina. Dia juga mengatakan bahwa Singapura menghormati hak Israel untuk eksis dan berdaulat.

“Singapura adalah negara kecil yang tidak memiliki pengaruh besar di kawasan ini. Kami tidak bisa memaksakan solusi atau menekan pihak-pihak yang bertikai. Yang bisa kami lakukan adalah menyuarakan pandangan kami secara jujur dan berimbang, serta mendukung upaya perdamaian internasional,” ujar Balakrishnan.

Hubungan Lama dan Strategis

Singapura dan Israel memiliki hubungan yang cukup lama dan strategis. Hubungan itu dimulai pada tahun 1965, ketika Singapura merdeka dari Malaysia dan mencari bantuan militer dari negara-negara Barat. Namun, hanya Israel yang bersedia membantu Singapura dengan memberikan pelatihan, persenjataan, dan teknologi militer.

Sejak itu, Singapura dan Israel menjalin kerjasama yang erat di bidang pertahanan, keamanan, intelijen, dan teknologi. Singapura juga menjadi salah satu mitra dagang terbesar Israel di Asia, dengan nilai perdagangan mencapai 1,6 miliar dolar AS pada tahun 2019.

Singapura juga memiliki hubungan baik dengan negara-negara Arab dan Muslim, termasuk Palestina. Singapura mendukung solusi dua negara untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina, dan memberikan bantuan kemanusiaan dan pembangunan kepada rakyat Palestina. Singapura juga menjadi anggota Gerakan Non-Blok dan Organisasi Kerjasama Islam.

Menjaga Keseimbangan dan Keharmonisan

Dengan posisi yang unik dan sensitif, Singapura berusaha untuk menjaga keseimbangan dan keharmonisan dalam hubungannya dengan Israel dan Palestina. Singapura tidak ingin terjebak dalam konflik yang tidak ada hubungannya dengan kepentingan nasionalnya. Singapura juga tidak ingin memecah belah masyarakatnya yang multikultural dan multireligius.

“Meskipun kita mungkin merasakan beragam emosi mengenai hal ini, hal terburuknya adalah membiarkan pertengkaran ini terpolarisasi dan memecah belah kita sebagai warga Singapura,” kata Balakrishnan.

Singapura, yang dikenal sebagai negara pragmatis dan rasional, tampaknya memilih untuk tidak mengambil risiko dengan mengambil sikap tegas terhadap Israel atau Palestina. Singapura lebih memilih untuk berdiplomasi dan berdialog dengan kedua belah pihak, serta berkontribusi dalam upaya perdamaian yang konstruktif.

Singapura mungkin tidak bisa mengubah jalannya perang Israel-Hamas, tetapi setidaknya bisa menjaga stabilitas dan kemajuan negaranya sendiri.

Share This Article