TAM : Kisah Tragis di Balik Pembunuhan Bocah 8 Tahun oleh Tantenya Sendiri

By elda
8 Menit

TAM, bocah laki-laki berusia 8 tahun, tak menyangka bahwa kunjungan ke rumah neneknya di Desa Tutuyan III, Kecamatan Tutuyan, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sulawesi Utara, pada Kamis (18/1/2024) pagi, akan menjadi hari terakhirnya di dunia. Ia menjadi korban pembunuhan sadis oleh tantenya sendiri, Arnita Mamonto alias Aning (19), yang mengincar perhiasan yang dikenakannya.

Peristiwa ini menggemparkan warga setempat, yang menemukan jasad TAM dalam kondisi mengenaskan di sekitar kebun kelapa, tak jauh dari rumah neneknya. Kepala dan badan TAM sudah terpisah, akibat luka gorok di leher yang dilakukan oleh pelaku dengan sebilah pisau.

Bagaimana bisa seorang tante tega menghabisi nyawa keponakannya sendiri? Apa motif di balik pembunuhan ini? Berikut adalah rekonstruksi kronologi dan motif pembunuhan bocah 8 tahun oleh tantenya sendiri, berdasarkan keterangan polisi dan sumber-sumber lain.

Rencana Jahat Sang Tante

Semua bermula ketika TAM bersama ibunya, Rina Mamonto, datang ke rumah neneknya, sekitar pukul 10.30 WITA. Mereka hendak mengunjungi nenek TAM yang sedang sakit. Di rumah neneknya, TAM bertemu dengan tantenya, Aning, yang juga sedang berada di sana.

Aning, yang merupakan anak dari adik ayah TAM, melihat perhiasan yang dikenakan oleh TAM. Ia melihat kalung dan gelang emas yang menghiasi leher dan tangan TAM. Perhiasan itu merupakan hadiah dari ayah TAM, yang bekerja sebagai buruh di Malaysia.

Melihat perhiasan itu, Aning langsung tergoda untuk mengambilnya. Ia pun merencanakan pembunuhan terhadap TAM. Ia mengajak TAM untuk pergi ke rumahnya, yang berjarak sekitar 500 meter dari rumah neneknya.

Di rumahnya, Aning menitipkan anak kandungnya yang masih bayi kepada tetangganya, Wira Mamonto, dengan alasan akan pergi membeli sayur. Ia juga sudah menyiapkan sebilah pisau di dalam tasnya.

Aksi Pembunuhan di Kebun Kelapa

Aning kemudian mengajak TAM berjalan kaki menuju kebun kelapa yang berada di belakang rumahnya. Di sana, ia berencana untuk membunuh TAM dan mengambil perhiasannya.

Saat di perjalanan, TAM mengeluh capek dan meminta Aning untuk menggendongnya. Aning pun menuruti permintaan TAM dan menggendongnya hingga sampai di lokasi yang sepi dan sunyi.

Di lokasi itu, Aning menurunkan TAM dan mendorongnya hingga terjatuh tertelungkup di tanah. Ia kemudian menindih TAM dari atas dan menutup mulutnya agar tidak berteriak. Ia mengeluarkan pisau dari tasnya dan menggorok leher TAM dari sisi kanan dan kiri hingga terputus.

Setelah memastikan TAM sudah tidak bernyawa, Aning berdiri dan mengambil perhiasan yang dipakai TAM. Ia memasukkan kepala dan badan TAM ke dalam selokan yang berada di dekatnya. Ia pun meninggalkan lokasi kejadian dengan membawa perhiasan hasil kejahatannya.

Penjualan Perhiasan dan Pencarian Korban

Setelah membunuh TAM, Aning pulang ke rumahnya dan mengambil anaknya yang dititipkan kepada tetangganya. Ia kemudian menaiki bentor, sebuah kendaraan roda tiga, dan pergi ke Desa Tutuyan II, untuk menjual perhiasan yang diambil dari TAM.

Aning berhasil menjual perhiasan itu dengan harga Rp 3,67 juta. Ia menggunakan uang itu untuk membeli handphone, emas seberat 0,55 gram, popok bayi, susu, minuman, dan cokelat. Ia juga membayar utangnya kepada beberapa orang.

Sementara itu, ibu TAM, Rina, mulai mencari-cari anaknya yang tidak kunjung kembali dari rumah Aning. Ia mendatangi rumah Aning dan menanyakan keberadaan TAM. Aning berbohong dan mengatakan bahwa TAM sudah pulang ke rumah neneknya.

Rina pun pergi ke rumah neneknya, tetapi tidak menemukan TAM di sana. Ia kembali ke rumah Aning dan menanyakan lagi keberadaan TAM. Aning kembali berbohong dan mengatakan bahwa TAM pergi bersama teman-temannya.

Rina mulai curiga dan khawatir. Ia meminta bantuan warga untuk mencari TAM. Ia juga melaporkan kehilangan TAM ke polisi.

Penemuan Jasad dan Penangkapan Pelaku

Pencarian TAM berlangsung hingga sore hari. Warga yang mencari TAM terkejut ketika menemukan jasad TAM dalam kondisi mengenaskan di sekitar kebun kelapa, tak jauh dari rumah Aning.

Warga segera melaporkan penemuan itu kepada polisi. Polisi yang datang ke lokasi langsung melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan mengumpulkan barang bukti. Polisi juga membawa jasad TAM ke rumah sakit untuk dilakukan autopsi.

Polisi juga melakukan penyelidikan dan interogasi terhadap beberapa saksi, termasuk Aning. Dari hasil penyelidikan, polisi menemukan fakta-fakta yang mengarah kepada Aning sebagai pelaku pembunuhan.

Polisi menemukan pisau yang digunakan Aning untuk membunuh TAM di rumahnya. Polisi juga menemukan handphone dan emas yang dibeli Aning dengan uang hasil penjualan perhiasan TAM. Polisi juga menemukan postingan di akun Facebook Aning yang mengabarkan tentang anak hilang, yang diduga sebagai upaya menghilangkan jejak.

Dari hasil interogasi, Aning akhirnya mengakui perbuatannya. Ia mengaku membunuh TAM karena ingin mengambil perhiasannya. Ia mengatakan bahwa ia membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Polisi kemudian menetapkan Aning sebagai tersangka pembunuhan. Ia dijerat dengan Pasal 340 KUHP Subsider 365 KUHP lebih Subsider Pasal 338 KUHP dengan ancaman pidana hukuman mati atau paling ringan 12 tahun penjara.

Tanggapan dan Harapan

Pembunuhan TAM oleh Aning menimbulkan duka mendalam bagi keluarga korban. Ayah TAM, yang bekerja di Malaysia, terpukul mendengar kabar kematian anaknya. Ia berharap pelaku dapat dihukum seberat-beratnya.

Pembunuhan TAM juga menimbulkan kecaman dari berbagai pihak. Aktivis perlindungan anak, Arist Merdeka Sirait, mengatakan bahwa pembunuhan ini merupakan bentuk kekerasan ekstrem terhadap anak. Ia meminta aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini dan memberikan hukuman yang setimpal kepada pelaku.

Pembunuhan TAM juga menimbulkan keprihatinan tentang kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pengamat sosial, Eka Kurniawan, mengatakan bahwa pembunuhan ini merupakan akibat dari kemiskinan dan ketidakadilan yang dialami oleh sebagian besar masyarakat. Ia meminta pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan publik bagi masyarakat, khususnya di daerah-daerah terpencil.

Kebutuhan Pendidikan Moral dan Etika

Pembunuhan TAM juga menimbulkan pertanyaan tentang nilai-nilai moral dan etika yang semakin terkikis. Pakar psikologi, Suryani, mengatakan bahwa pembunuhan ini merupakan tanda dari rendahnya rasa empati dan tanggung jawab yang dimiliki oleh pelaku. Ia meminta masyarakat untuk meningkatkan pendidikan karakter dan nilai-nilai moral dan etika di kalangan anak-anak dan remaja.

“Pendidikan karakter dan nilai-nilai moral dan etika harus ditanamkan sejak dini, baik di rumah, sekolah, maupun lingkungan masyarakat,” kata Suryani. “Hal ini penting untuk mencegah tindak kejahatan seperti pembunuhan dan kekerasan lainnya.”

Kesimpulan

Pembunuhan TAM oleh tantenya sendiri adalah tragedi yang mengguncang hati nurani kita semua. Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya penegakan hukum, perlindungan hak asasi manusia, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan pendidikan karakter dan nilai-nilai moral dan etika.

Kita semua berharap bahwa kasus ini dapat segera diungkap dan pelakunya dihukum seberat-beratnya. Kita juga berharap bahwa kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi kita semua untuk selalu menjaga keamanan dan ketertiban, serta menghargai hak dan kehidupan orang lain.

Mari kita doakan agar arwah TAM diterima di sisi-Nya dan keluarganya diberikan kekuatan dan ketabahan dalam menghadapi cobaan ini. Mari kita juga berkomitmen untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.

Share This Article