Rahasia Peristiwa Kerusuhan Mei 1998

By firman
3 Menit

Peristiwa kerusuhan Mei 1998 adalah sebuah gelombang protes dan kekerasan yang terjadi di beberapa kota besar di Indonesia, terutama Jakarta, pada tanggal 12-15 Mei 1998. Peristiwa ini dipicu oleh krisis ekonomi dan politik yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997, yang menyebabkan inflasi, pengangguran, kemiskinan, dan ketidakpuasan terhadap pemerintahan Soeharto.

Peristiwa ini dimulai dengan aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh ribuan mahasiswa di berbagai kampus, yang menuntut reformasi dan pengunduran diri Soeharto. Aksi unjuk rasa ini berlangsung damai, tetapi mendapat penindakan keras dari aparat keamanan, yang menembakkan gas air mata, peluru karet, dan peluru tajam. Akibatnya, beberapa mahasiswa tewas atau luka-luka, seperti yang terjadi di Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998.

Aksi unjuk rasa ini kemudian berkembang menjadi kerusuhan massal, yang melibatkan ratusan ribu orang dari berbagai lapisan masyarakat. Kerusuhan ini ditandai dengan pembakaran, perusakan, penjarahan, dan penyerangan terhadap gedung-gedung pemerintah, militer, polisi, bisnis, dan tempat ibadah. Kerusuhan ini juga menargetkan etnis Tionghoa, yang dianggap sebagai kambing hitam dari krisis ekonomi dan politik. Banyak etnis Tionghoa yang menjadi korban pembunuhan, pemerkosaan, dan penganiayaan.

Jumlah korban dari peristiwa kerusuhan Mei 1998 masih belum diketahui secara pasti. Komnas HAM mencatat ada sekitar 1.188 orang yang tewas, 168 orang yang mengalami pemerkosaan, dan 1.467 orang yang mengalami luka-luka. Namun, ada juga sumber yang menyebutkan angka yang lebih besar atau lebih kecil. Yang jelas, peristiwa ini merupakan salah satu peristiwa paling mengerikan dan memilukan dalam sejarah Indonesia.

Peristiwa kerusuhan Mei 1998 juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jatuhnya rezim Orde Baru. Soeharto, yang telah berkuasa selama 32 tahun, akhirnya mengumumkan pengunduran dirinya pada 21 Mei 1998, setelah mendapat tekanan dari berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri. Pengunduran diri Soeharto ini membuka jalan bagi reformasi dan transisi demokrasi di Indonesia.

Peristiwa kerusuhan Mei 1998 adalah sejarah yang belum selesai. Kita tidak boleh melupakannya, tetapi juga tidak boleh terjebak di dalamnya. Kita harus belajar dari sejarah, dan bergerak maju untuk masa depan yang lebih baik. Kita harus menuntut kebenaran dan keadilan bagi para korban dan keluarga mereka, serta menghormati dan memulihkan hak-hak mereka. Kita juga harus menjaga dan memperjuangkan persatuan dan kesatuan bangsa, serta menghargai keberagaman dan kemanusiaan. Kita juga harus mencegah terjadinya kembali kerusuhan atau bentuk-bentuk kekerasan lainnya yang melanggar HAM di masa depan.

Share This Article