Peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998 adalah sebuah fenomena yang terjadi pada tahun 1997 hingga 1998, menjelang runtuhnya rezim Orde Baru. Fenomena ini ditandai dengan hilangnya sejumlah aktivis, mahasiswa, dan pemuda yang kritis terhadap pemerintah dan militer. Mereka diduga diculik oleh tim khusus yang beranggotakan anggota Kopassus, yang dikenal dengan nama Tim Mawar.
Menurut catatan Komnas HAM, ada 23 orang yang menjadi korban penghilangan paksa pada periode tersebut. Dari jumlah itu, hanya 9 orang yang berhasil kembali, sementara 14 orang lainnya masih belum diketahui nasibnya hingga saat ini. Para korban yang kembali mengaku mengalami penyiksaan fisik dan psikis selama ditahan di tempat-tempat rahasia. Mereka juga diancam untuk tidak membocorkan apa yang terjadi kepada siapa pun.
Peristiwa penghilangan orang secara paksa ini terjadi dalam tiga tahap yang berbeda: sebelum pemilihan umum legislatif Indonesia pada Mei 1997, dua bulan sebelum sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada Maret 1998, dan pada periode sebelum pengunduran diri Soeharto pada 21 Mei 1998. Pada setiap tahap, ada beberapa nama yang menjadi target penculikan, baik dari kalangan organisasi mahasiswa, partai politik, LSM, maupun media.
Berikut adalah daftar nama-nama korban penghilangan paksa 1997-1998, beserta latar belakang dan kronologi penculikannya:
- Pius Lustrilanang. Aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) dan Forum Komunikasi Mahasiswa Jakarta (FKMJ). Diculik pada 21 Februari 1998 di Jakarta. Dibebaskan pada 11 Mei 1998.
- Desmon J Mahesa. Aktivis PRD dan FKMJ. Diculik pada 21 Februari 1998 di Jakarta. Dibebaskan pada 11 Mei 1998.
- Haryanto Taslam. Aktivis PRD dan FKMJ. Diculik pada 21 Februari 1998 di Jakarta. Dibebaskan pada 11 Mei 1998.
- Aan Rusdianto. Aktivis PRD dan FKMJ. Diculik pada 21 Februari 1998 di Jakarta. Dibebaskan pada 11 Mei 1998.
- Andi Arief. Aktivis PRD dan FKMJ. Diculik pada 21 Februari 1998 di Jakarta. Dibebaskan pada 11 Mei 1998.
- Nezar Patria. Aktivis PRD dan FKMJ. Diculik pada 21 Februari 1998 di Jakarta. Dibebaskan pada 11 Mei 1998.
- Mugiyanto. Aktivis PRD dan FKMJ. Diculik pada 13 Maret 1998 di Jakarta. Dibebaskan pada 11 Mei 1998.
- Faisol Reza. Aktivis PRD dan FKMJ. Diculik pada 13 Maret 1998 di Jakarta. Dibebaskan pada 11 Mei 1998.
- Rahardja Waluya Jati. Aktivis PRD dan FKMJ. Diculik pada 13 Maret 1998 di Jakarta. Dibebaskan pada 11 Mei 1998.
- Yani Afri. Aktivis PRD dan FKMJ. Diculik pada 13 Maret 1998 di Jakarta. Dibebaskan pada 11 Mei 1998.
- Noval Alkatiri. Aktivis PRD dan FKMJ. Diculik pada 13 Maret 1998 di Jakarta. Dibebaskan pada 11 Mei 1998.
- Ismail. Aktivis PRD dan FKMJ. Diculik pada 13 Maret 1998 di Jakarta. Dibebaskan pada 11 Mei 1998.
- Bimo Petrus Anugerah. Aktivis PRD dan FKMJ. Diculik pada 13 Maret 1998 di Jakarta. Dibebaskan pada 11 Mei 1998.
- Wiji Thukul. Penyair dan aktivis PRD. Diculik pada 26 Mei 1996 di Solo. Belum kembali hingga saat ini.
- Suyat. Aktivis PRD. Diculik pada 26 Mei 1996 di Solo. Belum kembali hingga saat ini.
- Petra Supendi. Aktivis PRD. Diculik pada 26 Mei 1996 di Solo. Belum kembali hingga saat ini.
- Hendro Prasetyo. Aktivis PRD. Diculik pada 26 Mei 1996 di Solo. Belum kembali hingga saat ini.
- Herman Hendrawan. Aktivis PRD. Diculik pada 26 Mei 1996 di Solo. Belum kembali hingga saat ini.
- Dedi Hamdun. Aktivis PRD. Diculik pada 26 Mei 1996 di Solo. Belum kembali hingga saat ini.
- Ucok Munandar Siahaan. Aktivis PRD. Diculik pada 27 Mei 1996 di Jakarta. Belum kembali hingga saat ini.
- Sony. Aktivis PRD. Diculik pada 27 Mei 1996 di Jakarta. Belum kembali hingga saat ini.
- Yadin Muhidin. Aktivis PRD. Diculik pada 27 Mei 1996 di Jakarta. Belum kembali hingga saat ini.
- Abdun Nasser. Aktivis PRD. Diculik pada 27 Mei 1996 di Jakarta. Belum kembali hingga saat ini.
Peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998 merupakan salah satu kasus pelanggaran HAM berat yang paling menyedihkan dan misterius di Indonesia. Hingga kini, tidak ada satu pun pelaku yang diadili atau dihukum. Bahkan, beberapa di antara mereka masih menempati posisi penting di pemerintahan atau militer. Sementara itu, para korban dan keluarga mereka masih menanti keadilan, pengakuan, dan pemulihan hak-hak mereka.
Peristiwa ini juga menunjukkan betapa rapuhnya demokrasi dan HAM di Indonesia pada masa itu. Para aktivis yang berjuang untuk perubahan dan reformasi harus menghadapi ancaman dan teror dari rezim yang otoriter dan represif. Namun, mereka tidak menyerah dan terus bergerak, hingga akhirnya berhasil menggulingkan Soeharto pada Mei 1998. Mereka adalah pahlawan-pahlawan yang pantas dihormati dan diingat oleh bangsa ini.
Namun, apakah perjuangan mereka sudah selesai? Apakah demokrasi dan HAM sudah terjamin di Indonesia saat ini? Tentu saja tidak. Masih banyak tantangan dan masalah yang harus kita hadapi bersama. Salah satunya adalah menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu, termasuk peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998. Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga kita semua sebagai warga negara.
Kita harus terus mendesak pemerintah untuk mengusut tuntas kasus ini, dan memberikan sanksi yang tegas kepada para pelaku dan penanggung jawabnya. Kita juga harus mendukung dan membantu para korban dan keluarga mereka untuk mendapatkan kebenaran, keadilan, dan pemulihan. Kita juga harus menjaga dan memperjuangkan demokrasi dan HAM di Indonesia, agar tidak terulang lagi kekejaman dan ketidakadilan seperti yang dialami oleh para korban.
Peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998 adalah sejarah yang belum usai. Kita tidak boleh melupakannya, tetapi juga tidak boleh terjebak di dalamnya. Kita harus belajar dari sejarah, dan bergerak maju untuk masa. Dan kebenaran hanyalah untuk mereka yang belajar.