Ronaldo Dihukum karena Gestur Cabul, Apa Kata Eropa?

6 Menit

Cristiano Ronaldo, bintang sepak bola asal Portugal yang kini bermain untuk klub Al Nassr di Liga Arab Saudi, baru-baru ini mendapat hukuman larangan bermain satu pertandingan dan denda sebesar 30.000 riyal Saudi (sekitar Rp 125 juta) karena melakukan gestur tidak senonoh usai laga melawan Al Shabab pada 25 Februari 2024.

Gestur yang dimaksud adalah menangkupkan telinga lalu berulang kali memperagakan gerakan memompa dengan tangannya di depan selangkangannya. Aksi itu diduga ditujukan kepada para pendukung Al Shabab yang meneriakkan nama Lionel Messi, rival abadinya di dunia sepak bola.

Ronaldo sendiri membela diri dengan mengatakan bahwa gestur tersebut mengekspresikan kekuatan dan kemenangan, dan bukan hal yang memalukan. Ia juga mengklaim bahwa hal itu sudah biasa dilakukan di Eropa, tempat ia berkarier selama lebih dari dua dekade.

Namun, apakah benar demikian? Apakah gestur Ronaldo itu dianggap wajar dan tak bermasalah di Eropa, atau justru sebaliknya?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu melihat konteks budaya, hukum, dan etika yang berlaku di Eropa dan Arab Saudi, serta bagaimana reaksi publik dan media di kedua wilayah tersebut terhadap perilaku Ronaldo.

Perbedaan Budaya dan Hukum

Secara umum, Eropa dan Arab Saudi memiliki perbedaan yang cukup besar dalam hal budaya dan hukum, terutama yang berkaitan dengan norma-norma sosial, agama, dan moral. Eropa cenderung lebih liberal, pluralis, dan sekuler, sedangkan Arab Saudi lebih konservatif, monolitik, dan religius.

Salah satu contoh perbedaan budaya yang mencolok adalah soal pakaian. Di Eropa, orang bebas memilih pakaian yang mereka sukai, termasuk yang minim dan terbuka, tanpa takut dihukum atau dikucilkan. Di Arab Saudi, ada aturan ketat tentang pakaian yang harus dikenakan, terutama bagi perempuan, yang harus menutupi seluruh tubuh dan rambut mereka dengan abaya dan hijab.

Perbedaan budaya ini juga berpengaruh pada pandangan tentang seksualitas dan ekspresi tubuh. Di Eropa, seksualitas dan ekspresi tubuh dianggap sebagai hak asasi manusia yang harus dihormati dan dilindungi. Orang bebas mengekspresikan orientasi, identitas, dan preferensi seksual mereka, serta menunjukkan afeksi dan hasrat mereka secara terbuka, tanpa takut dihakimi atau didiskriminasi.

Di Arab Saudi, seksualitas dan ekspresi tubuh dianggap sebagai hal yang tabu dan sensitif, yang harus dikendalikan dan disesuaikan dengan ajaran Islam. Orang harus menaati aturan-aturan yang mengatur perilaku seksual dan sosial mereka, seperti larangan berzina, homoseksualitas, dan pergaulan bebas, serta kewajiban menikah dan berkeluarga. Menunjukkan afeksi dan hasrat secara terbuka, apalagi dengan lawan jenis yang bukan pasangan resmi, dianggap sebagai tindakan tidak senonoh dan melanggar hukum.

Perbedaan hukum ini juga berdampak pada sanksi yang diberikan kepada pelaku tindakan tidak senonoh. Di Eropa, hukum yang berlaku bersifat sipil dan berdasarkan konstitusi, yang mengakui hak-hak individu dan kebebasan berekspresi. Sanksi yang diberikan biasanya berupa teguran, denda, atau hukuman ringan, tergantung pada tingkat pelanggaran dan dampaknya.

Di Arab Saudi, hukum yang berlaku bersifat syariah dan berdasarkan Alquran dan Hadis, yang mengutamakan ketaatan kepada Allah dan hukum-hukum-Nya. Sanksi yang diberikan biasanya berupa cambuk, potong tangan, atau hukuman mati, tergantung pada jenis dan beratnya dosa.

Reaksi Publik dan Media

Reaksi publik dan media di Eropa dan Arab Saudi terhadap gestur Ronaldo juga berbeda. Di Eropa, gestur Ronaldo dianggap sebagai hal yang lumrah dan tak begitu penting, yang hanya menunjukkan emosi dan karakternya sebagai pemain yang kompetitif dan percaya diri. Banyak yang menganggap gestur itu sebagai lelucon atau sindiran yang tidak perlu ditanggapi secara serius.

Media-media Eropa juga tidak terlalu memberitakan gestur Ronaldo, kecuali sebagai bahan gosip atau hiburan semata. Beberapa media bahkan membela Ronaldo dengan mengatakan bahwa gestur itu adalah bentuk protes terhadap perlakuan tidak adil yang ia terima dari para pendukung lawan, yang menghina dan melecehkannya dengan nama Messi.

Di Arab Saudi, gestur Ronaldo dianggap sebagai hal yang serius dan menghina, yang menunjukkan kurangnya rasa hormat dan kesadaran terhadap budaya dan hukum setempat. Banyak yang mengutuk dan mengecam gestur itu sebagai tindakan cabul dan provokatif yang harus dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku.

Media-media Arab Saudi juga memberitakan gestur Ronaldo secara luas dan kritis, dengan menyoroti dampak negatifnya terhadap citra dan moralitas sepak bola Arab Saudi. Beberapa media bahkan menuntut agar Ronaldo diusir atau dideportasi dari Arab Saudi, dengan mengatakan bahwa gestur itu adalah bukti bahwa ia tidak pantas bermain di Liga Arab Saudi.

Kesimpulan

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa gestur Ronaldo yang dianggap tidak senonoh di Arab Saudi, ternyata tidak dianggap demikian di Eropa. Hal ini disebabkan oleh perbedaan budaya, hukum, dan reaksi publik dan media di kedua wilayah tersebut.

Namun, hal ini bukan berarti bahwa Ronaldo bisa lepas dari tanggung jawab atas perilakunya. Sebagai pemain profesional yang bermain di liga asing, ia harus menghormati dan mengikuti aturan dan norma yang berlaku di tempat ia bermain, tanpa mengabaikan atau menyinggung perasaan orang lain.

Ronaldo juga harus belajar dari pengalaman ini, agar tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa depan. Ia harus lebih bijak dan berhati-hati dalam mengekspresikan diri, terutama di depan publik yang berbeda latar belakang dan pandangannya. Ia harus ingat bahwa gestur yang ia anggap biasa, bisa jadi dianggap tidak biasa oleh orang lain.

TAGGED:
Share This Article